Data Statistik: Alasan Tarik Rem Darurat Diterapkan

Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) di ibukota akan masuk ke tahap kedua di Senin, 14 September nanti. Kebijakan ini dilaksanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lantaran angka kenaikan pasien covid-19 yang semakin parah setiap harinya.

Angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus COVID-19, menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat. Bahkan, diperkirakan wisma atlet Kemayoran akan penuh di tanggal 17 September, dan tidak dapat menampung pasien lagi setelah tanggal tersebut jika kasus terus mengalami kenaikan. Sehingga, kebijakan rem darurat ini dilakukan untuk meminimalisir jumlah kasus COVID-19 agar tidak semakin parah.

Data statistik menunjukkan bahwa angka kasus COVID-19 semakin naik setiap bulannya. Dimulai dari bulan Maret tercatat 608 kasus, semakin melonjak di bulan April yaitu 3.345 kasus, semakin naik di bulan Mei yaitu 4.650 kasus. Di bulan Juni, kasus sedikit menurun di angka 4.123, dan naik kembali di bulan Juli sebesar 7.157 kasus. Dua bulan terakhir, yaitu Agustus dan September, masing-masing tercatat sebesar 8.569 dan 11.245 kasus.

Jika dilihat dari data statistik, angka kasus jika dilihat dari tabel menunjukkan kurva yang lebih landai di saat masa PSBB berlangsung, yaitu pada bulan Maret hingga Juli. Namun, angka meningkat tajam dari Juli hingga September. Bayangkan, bulan September baru berjalan selama sepuluh hari, namun kenaikan kasus selama 10 hari di bulan September mencapai angka 11.245 kasus. Hal ini yang membuat Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat.

Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Jika dirangkum dari situs berita, pro masyarakat adalah karena mendukung pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan kasus COVID-19. Sedangkan kontra yang timbul di masyarakat dan pemerintah adalah berkaitan dengan keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Namun, kenyataannya  PSBB akan tetap diterapkan mulai 14 September 2020 mendatang. “Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin” ujar Anies.

PSBB kembali dijalankan. Itu artinya, bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Perusahaan harus menjalankan kegiatan work from home dari rumah masing-masing. Kegiatan perekonomian bukan dihentikan, namun tetap dijalankan dari rumah, karena kantor diharuskan tutup. Namun, jangan khawatir jika perusahaan membutuhkan pelatihan statistik, jasa konsultasi, dan jasa survei, Theta Statistik siap membantu. Selanjutnya, belajar juga harus dilaksanakan di rumah di berbagai tingkat pendidikan. Bagi kamu mahasiswa tingkat akhir, Theta statistik menyediakan jasa olah data, juga konsultasi di bidang metode penelitian, khususnya metode kuantitatif. Dan yang terakhir, jika PSBB kembali diterapkan, itu artinya beribadah juga dilaksanakan di rumah.

Jika kebijakan ini dijalankan, seluruh kegiatan usaha non-esensial harus tutup dan melaksanakan work from home secara penuh. Hanya ada 11 bidang usaha esensial yang boleh tetap berjalan. Bidang usaha esensial yang dimaksud adalah:

  • Kesehatan
  • Bahan pangan, makanan, minuman
  • Energi
  • Komunikasi dan teknologi informatika
  • Keuangan
  • Logistik
  • Perhotelan
  • Konstruksi
  • Industri Strategis
  • Pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu
  • Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Terakhir, Pemerintah jalankan 3T, masyarakat jalankan 3M. 3T yang dijalankan pemerintah, yaitu: Testing, melalui uji PCR. Tracing, Pelacakan orang kontak erat kasus COVID-19. Treatment, Perawatan/isolasi pasien positif COVID-19 sampai sembuh. Sedangnkan 3M untuk masyarakat, yaitu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Mari tuntaskan bersama!.